Selasa, 08 Mei 2012

KUDUS DALAM CATATAN -9 [antara niat, penyakit dan kutukan]



ilustration
Tulisan ini bukanlah bertujuan untuk menakut nakuti atau mematahkan semangat teman teman yang sedang atau akan menghafalkan al qur’an. Saya menulis ini hanya sebagai bentuk rasa syukur kepada tuhan yang maha kuasa dan juga sebagai penyemangat bagi mereka yang mengalami seperti apa yang saya dan kebanyakan para hafidz alami ketika dalam proses menghafal al qur’an. Setidaknya tulisan ini dapat dijadikan sebuah pembelajaran dan penguatan tekat, sehingga nantinya dapat menjadi pegangan yang kuat saat berbagai cobaan dan rintangan menerpa anda anda, khususnya para penghafal al qur’an.
Tulisan ini adalah tentang cerita cerita fakta yang hampir dialami oleh seluruh teman saya yang sedang menghafal al qur’an. Karena saking seringnya, cerita ini dijadikan semacam mitos atau bisa dibilang dalam bahasa saya sendiri sebuah “kutukan” dikalangan para penghafal qur’an, untuk menguji sejauh mana niat seseorang dalam menghafal dan mendalami kitab suci al qur’an. Berikut kisah kisah mengenai kepercayaan atau “kutukan” tersebut.
Hafal al qur’an adalah sebuah nikmat, anugrah, dan tanggung jawab yang tidak semua orang dapat merasakannya. Hanyalah orang orang yang memiliki kemauan dan kemampuanlah yang bisa dibebani tanggung jawab besar sebagai seorang hafidz. Bukan hanya itu yang diperlukan untuk menjadi seorang hafidz yang benar benar hafidz, niat dan tekad yang kuat juga sangat berperan pada kesuksesan seseorang memegang tanggung jawab sebagai seorang hafidz. Saya katakan hafidz yang benar benar hafidz, bagaimana maksudnya? Maksudnya adalah, mereka yang benar benar ingin menghafal al qur’an dengan maksud dan tujuan yang ikhlas, yaitu dalam rangka mencoba untuk menjadikan dirinya bermanfaat bagi orang lain serta untuk mendekatkan diri kepada sang khalik. Adalah merupakan suatu kesalahan, kerugian dan kebodohan yang teramat besar kala seseorang berniat menghafal al qur’an hanya sebagai jalan untuk mendapatkan beasiswa umpamanya, atau bahkan hanya untuk mendapatkan pujian dan pengakuan dari masyarakatnya bahwa dia adalah seorang yang hafal al qur’an. Mereka yang benar benar ikhlas akan menggunakan ke”hafidz”annya untuk dirinya sendiri dan kebaikan orang banyak. Bukanlah hafalan yang lancar yang masyarakat butuhkan dari diri seorang hafidz, tapi adalah sebuah pengajaran dan pemahaman akan isi kandungan al qur’anlah yang mereka butuhkan, untuk selanjutnya diaplikasikan menjadi sebuah pengamalan didalam kehidupan sehari hari. Dan hafal al qur’an adalah salah satu jalan terbesar menuju kesana. Apa gunanya coba, seorang hafidz yang hanya hafal saja tanpa mengetahui makna dan kandungannya? Tidak ada!. Sama saja dia dengan nol. Atau bahkan lebih baik seorang yang tidak hafal al qur’an tapi dia mengetahui dan mengamalkan makna yang terkandung di dalamnya, walaupun sedikit. Jadi, mulailah untuk berbenah niat sebelum beranjak menuju menghafal. Begitulah nasehat guru saya KH. Zaini Zaini ketika saya hendak meghafal qur’an di kudus.
Ada beberapa sebab yang melatar belakangi saya menulis akan hal ini. Pertama, fakta fakta kurang adil yang saya saksikan selama di kudus tentang penghafal al qur’an. Kedua, untuk  memberikan semacam suntikan semangat bagi mereka yang mengalami hal hal yang kurang mengenakkan di dalam proses menghafal al qur’an. Ketiga, untuk sekedar berbagi pengalaman bahwa niat yang benar adalah hal pertama yang harus dibenahi.
Mungkin kalian akan bertanya tanya tentang kalimat saya “fakta fakta kurang adil yang saya saksikan selama di kudus”. Begini maksudnya, tidak selamanya dan tidak semua orang hafidz terlihat seperti anggapan yang tersebar di kalangan masyarakat saat ini. Anggapan bahwa seorang hafidz adalah orang yang alim, tawaddu’ dan jauh dari yang bernama maksiat tidak seratus persen benar adanya. Banyak dari teman teman saya yang juga sesama penghafal al qur’an bahkan kakak kakak senior yang sudah hafal, menonton bersama semacam video atau film film biru dewasa. Dan ini bukan hanya terjadi di pesantren saya, malah kasusnya akan semakin banyak dan beragam di pesantren pesantren lainnya. Meskipun begitu, dalam masalah hafalan mereka terlihat sangat jenius. Sekali dua kali baca, ayat demi ayat pun akan pindah ke otak mereka. Sedangkan mereka yang menjauhi itu semua, sangat sulit dalam menghafal dan melengketkan hafalannya. sebuah ketidakadilan yang cukup lama saya pertanyakan kepada tuhan.
 Lalu maksud kalimat kedua saya “hal hal yang kurang mengenakkan dalam menghafal al qur’an” adalah semacam cobaan atau terpaan yang bahkan bisa meruntuhan niat seorang untuk menghafal al qur’an. Cobaan ini bermacam macam bentuknya, ada yang berbentuk sebuah penyakit, meninggalnya orang yang dia sayangi, atau lain lainnya. Inilah yang saya sebut dengan “kutukan” penghafal al qur’an. Sebuah cobaan yang akan menguji seseorang, sejauh manakah niat dia dalam memperdalam dan menghafal kalam tuhan. Mereka yang tidak mempunyai niat dan tekat yang kuat niscaya akan menyerah dan gagal dalam prosesnya menghafal al qur’an, sebaliknya mereka yang kuat akan terus bertahan, menghafal, seberat apapun cobaan yang menerpanya. Hal ini tidak terjadi pada kebanyakan hafidz, tapi umumnya begitu. Ada teman saya ketika menginjak juz juz akhir mengalami gagal ginjal yang mengharuskan dia untuk pulang dan mendapatkan perawatan rumah sakit, ada seorang ustadz saya yang ketika menginjak juz juz akhir juga mengalami terpaan luar biasa yaitu meninggalnya sang ayah yang merupakan satu satunya orang yang membiayainya, dan banyak lagi kisah kisah serupa yang melanda para penghafal. Ini juga yang disebut kawan kawan saya sebagai “kutukan juz juz akhir”.
Kedua latar belakang diatas berkaitan erat dengan latar belakang yang ketiga, yaitu pembenahan niat. Sejauh yang saya lihat dan saya rasakan, niat sangatlah berperan penting pada proses ini. Seorang yang mempunyai niat yang kurang tepat dalam menghafal al qur’an tidak akan mengalami hal hal yang berat seperti apa yang dialami oleh mereka yang benar benar mempunyai niat tulus di dalam menghafal al qu’an. Bahkan, mereka yang kurang tepat niatnya akan diberikan semacam kemudahan dalam menghafal dan melengketkan hafalannya. Mengapa bisa demikian?, setelah melamun beberapa waktu, saya berpikir bahwasanya mungkin allah tidak akan rela kalamnya dihafal oleh orang yang mempunyai tujuan kurang baik. Oleh karena itu, allah mempermudah hafalannya tanpa ada hambatan dan kesulitan sedikitpun, yang toh nanti ketika dia sudah hatam, al qur’an itu akan hilang dengan sendirinya. Lalu bagaimana dengan mereka yang mempunyai niat yang benar?. Tentu tidak serta merta allah akan mempermudah jalannya menghafal al qur’an, perlu adanya beberapa ujian yang harus dilewati untuk membuktikan bahwa dia memang benar benar memiliki niat tulus dan bersungguh sungguh untuk menghafal al qur’an. “kutukan juz juz akhir” adalah salah satu yang harus dilewati oleh seorang penghafal. Bagi kalian yang sedang mengalaminya bersyukurlah, karena itu pertanda bahwa niat kalian sedang diuji oleh allah. Bagi kalian yang belum mengalaminya, silahkan terus berdoa dan mulailah untuk muhasabah berbenah niat. Jangan sampai ada semacam keinginan keinginan yang bersifat duniawi yang merusak niat dan kesucian al quran. Percayalah bahwa akan sesuatu yang lebih dari itu semua yang akan allah berikan kepada kalian, karena orang yang hafal al qur’an memiliki kemuliaan tersendiri disisi tuhan yang maha esa.
Sekali lagi saya katakan, niat memegang peran intim dalam kesuksesan seseorang tuk menggapai sesuatu. Dan orang orang yang sukses menggapai impiannya tidaklah berjalan pada jalan aspal yang mulus tak berlubang, melainkan jalan terjal berlubanglah yang harus dia tempuh untuk sampai kepada apa yang dia impikan. Dengan begitu, kenikmatan tertinggi akan dirasakan manakala dia telah melalui jalan terjal itu dan sampai pada lembah subur kesuksesan yang diridhoi oleh tuhan sang maha pencipta…!!

Mulailah berbenah niat !!!

BONDOWOSO, 06052012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar