METAFISIKA
Menginjak pada pembahasan pertama tentang
ontologi. Ontologi adalah bagian dari filsafat yang membahas tentang hakikat
objek yang dikaji. Tidak jauh dengan pengertian ontologi, metafisika juga
membicarakan tentang problem watak yang sangat mendasar dari realitas benda
atau objek yang dikaji. Apakah sebenarnya hakikat dari benda atau objek yang
kita kaji?, apakah hal itu bersifat ghaib atau mistis?, Ataukah objek yang kita
kaji itu hanyalah sebuah gejala alam saja yang bersifat kimia-fisika?. Berikut beberapa
tafsiran tafsiran mengenai metafisika :
1. tafsiran yang pertama mengenai hakikat alam ini adalah paham animisme
yang didasarkan pada pemikiran supranaturalisme. Paham ini menyakini
bahwa dibalik semua kejadian atau benda benda di dunia ini, terdapat sesuatu
yang bersifat ghaib yang menggerakkan itu semua. Entah itu berupa roh roh atau
mahluk mahluk ghaib. Paham ini merupakan paham tertua tentang metafisika.
2. berbeda dengan paham animisme diatas, kaum materialis berpendapat
bahwa benda benda atau gejala gejala alam di dunia ini bukanlah digerakkan oleh
sesuatu yang bersifat ghaib yang tidak kita ketahui secara jelas. Akan tetapi,
semua gejala alam yang terjadi tersebut disebabkan dari kekuatan alam itu sendiri.
Oleh karena itu, kita dapat mempelajarinya. Paham materialisme ini
didasarkan pada pemikiran naturalisme yang pertama kali dikembangkan
oleh democritos (460-370 SM) melalui teori atomnya.
3. paham mekanistik, adalah paham yang meyakini bahwa gejala gejala
yang terjadi di alam ini hanyalah sebuah proses kimia-fisika semata. Hal ini
dibantah oleh kaum vitalistik yang meyakini bahwa, terdapat sesuatu yang unik
dibalik gejala gejala atau kejadian kejadian di alam ini daripada sekedar
gejala kimia-fisika sebagaimana yang dikatakan oleh kaum mekanistik. Ada
kejadian kejadian alam (yang menurut kaum vitalistik) tidak dapat diketahui
hanya dengan mempelajari kimia atau fisika saja.
Setelah pembahasan tentang hakikat dari
objek yang dikaji diatas, lalu muncul pertnyaan yang berkaitan dengan hubungan
antara pikiran sebagai alat untuk mengkaji suatu objek dengan objek yang dikaji
tersebut. Apakah antara pikiran dan zat yang dipikirkan adalah satu kesatuan
yang tidak bias dipisahkan?, atau keduanya meurpakan suatu yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya?. Ada dua pandangan mengenai hal ini :
1. pandangan kaum monistik. Mereka berpendapat bahwa pikiran dan zat
adalah hal yang satu dan tidak dapat dibedakan. Keduanya sama sama merupakan
sesuatu yang bersifat nyata. Hanya saja, mereka berbeda dalam hal gejala gejala
yang disebabkan proses yang berlainan.
2. pandangan kaum dualistik. Mereka membedakan antara zat dan
pikiran, kebalikan dari paham monistik diatas yang mengatakan bahwa zat dan
pikiran adalah satu. Terminology dualisme ini mula mula dipakai oleh
Thomas hyde (1700) dan Christian wolff (1679-1754). Dan para filsuf yang
menganut paham ini antara lain : rene Descartes (1596-1650), john locke
(1632-1714) dan george Berkeley (1685-1753). Mereka berkeyakinan bahwa sesuatu
yang nyata adalah yang ada dalam pikiran manusia, bukan zat yang didapat dari
pengalaman empiris. Sebab kata locke, pikiran manusia diibaratkan sebagai
lempengan lilin, dimana pengalaman pengalaman inderawi menempel pada lempengan
itu. Jadi, semakin banyak pengalaman indera manusia yang menempel pada
lempengan lilin pikiran itu, maka semakin beragam dan semakin rumit pula ide
ide yang dihasilkan.
ASUMSI
Pembahasan kedua tentang ontology adalah
asumsi. Asumsi adalah praduga awal tentang objek yang dikaji, yang kebenarannya
masih belum bisa dipastikan. Artinya, ada dugaan dugaan yang timbul dari diri
seseorang sebelum dia memutuskan suatu hal terhadap suatu perkara dengan
berpijak pada data data atau nilai nilai. Contoh di buku sangat jelas menurut
saya, tentang lomba adu tembak antara petani gila yang mabuk vs penembak jitu
dengan rekor 30 tanding 30 menang TM.
Lalu, sebab asumsi itulah timbul pemikiran
tentang ketundukan gejala gejala yang terjadi dialam ini. Apakah gejala gejala
yang terjadi di ala mini tunduk kepada hokum kepastian?, ataukah ia tunduk pada
pilihan bebas yang dikehendaki manusia? Atau yang lainnya?. Berikut tiga
pandangan tentang hokum ketundukan gejala alam :
1. paham determinisme, yaitu sebuah paham yang menyakini bahwa
segala gejala yang terjadi di alam ini tunduk pada hukum universal. Maksud
hukum universal disini adalah hokum alam yang bersifat umum atau bersifat
“biasanya”. Andaikan ada petani gila yang mabuk bertanding adu tembak melawan
penembak jitu handal, maka hokum universalnya adalah kemenangan akan berada
dipihak si penembak jitu, dan si petani mabuk akan mati. Paham ini dikembangkan
oleh William Hamilton (1788-1856) dari doktrin yang diberikan Thomas hobbes
(1588-1679). Paham ini berlawanan dengan paham fatalisme dan paham pilihan
bebas.
2. paham pilihan bebas, berkebalikan dengan paham determinasi
diatas. Adalah paham yang mengatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dalam
menentukan pilihannya, tidak ada kaitannya sama sekali dengan hokum alam. atau
dengan kata lain, mereka (kaum berpaham pilihan bebas) menyakini bahwa tidak
ada sebab dari setiap gejala yang terjadi di alam, semuanya sesuai dengan
kehendak manusia. Jadi andaikan petani mabuk dan penembak jitu bertanding, jika
si petani berkehendak dia pasti bisa mengalahkan si penembak jitu. Dan si
penembak jitu justru yang akan menemui ajalnya.
3. paham probabilistik, yaitu paham akan asumsi yang menengahi
antara paham determinasi dan paham pilihan bebas. Paham yang bersifat
probabilistik ini lebih kepada peluang iya atau tidak, atau dengan kata lain
fifty fifty. Artinya, jika ada duel adu tembak antara petani mabuk melawan
penembak jitu, maka tidak pasti si penembak jitu yang akan menang, atau tidak
pasti si petani mabuk yang kan kalah dan terbunuh. Masing masing dari mereka
berdua masih memiliki peluang untuk menang dan kalah. Begitu juga dengan dugaan
dugaan atau asumsi terhadap apa pun selain duel adu tembak tadi. Pembahasan
tentang peluang ini akan lebih diterangkan pada pembahasan selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar