Tentang Saya

Nama saya Hilmy Firdausy, tapi biasanya dipanggil “meme” oleh kakak kakak saya dan adik adik saya, baik yang kandung maupun yang sepupu. Ponakan ponakan saya pun memanggil saya dengan sebutan “om meme”, saya pun juga Kurang tahu sejarah lengkap munculnya nama itu seperti apa dan bagaimana ?.

Saya lahir 19 tahun yang lalu di sebuah kota kecil nan tentram Bondowoso. Meskipun saya lahir di Jawa, darah saya tetap murni dan kental berkebangsaan Madura. Ibu madura, ayah madura, kakek madura, nenek madura, dan mbah mbah saya ke atas pun kesemuanya adalah orang madura. Mungkin karena watak orang madura yang giat bekerja dan menggemari perantauan, kakek saya memutuskan untuk hijrah ke kota kecil ini. Saya adalah anak ketiga dari empat bersaudara, semua saudara saya adalah laki laki, jadi ketika masih kecil tak jarang akan terjadi sejenis perang saudara kala kami berselisih paham dan pendapat. Tapi, semua itu akan mereda dengan sendirinya ketika kakek sudah memberi kami masing masing satu buah “cupacup”.
Disamping status saya sebagai anak kandung dari keluarga ini, saya juga adalah anak angkat di keluarga yang lainnya. Berikut kisahnya ;

Setelah melahirkan dua orang anak yang semuanya adalah laki laki, ibu kandung saya mengandung kembali anak ketiga, tapi dengan harapan akan keluar seorang perempuan. Disisi lain, adik ibu kandung saya yang tidak lain adalah bibi saya memiliki suatu sebab yang tidak memungkinkan beliau untuk memiliki seorang anak alias mandul. Terjadilah suatu kesepakatan sakral antara dua keluarga yang melibatkan si cabang bayi ketiga sebagai tumbalnya, keluarga kandung saya dan keluarga angkat saya. Sebuah perjanjian yang mengatakan bahwa jika si anak yang keluar adalah laki laki, maka akan diambil dan diasuh oleh ibu angkat saya. Dan jika yang keluar adalah perempuan, anak itu akan tetap di pangkuan ibu kandung saya. Sejalan dengan semilir angin, waktu yang dinanti nantikan oleh dua keluarga pun tiba.

7 mei 1993_
Pukul 04.20 pagi ; ibu kandung saya mulas, tanda kontraksi dimulai.
Pukul 04.40 pagi ; dikarenakan sakit semakin menjadi, ibu saya dibawa ke bidan terdekat.
Pukul 05.10 pagi ; buka tiga.
Pukul 05 20 pagi ; buka lima. [kedua keluarga harap harap cemas]
Pukul 05.30 pagi ; oooooooeeeeee’,, calon pemimpin bangsa itu pun lahir! [ehem,, ehem]
Pukul 05.32 pagi ; ibu angkat saya bersujud syukur, si bayi adalah laki laki.

Begitulah sedikit kisah menegangkan menjelang kelahiran seorang Hilmy Firdausy.

Sejak kecil saya diajarkan untuk menjadi seorang yang mandiri, teguh pendirian dan bertanggung jawab. Kakek saya adalah seorang yang tegas, beliau jarang marah bahkan bisa dikatakan tidak pernah marah. Tetapi, ketika ada dari salah satu anak ataupun cucunya melakukan suatu kesalahan yang cukup parah, kakek saya tidak segan segan untuk memukul dengan rotan, bahkan bambu atau kayu sekalipun. Dibalik kegarangannya kakek saya adalah orang yang lemah lembut dan dermawan. Kakek saya punya sebuah warung kecil, yang menjual hal hal remeh kebutuhan hidup sehari hari. Semisal sabun, pasta gigi sampai makanan ringan serupa kripik tales. Disamping itu kakek saya adalah seorang guru ngaji di surau kecil yang beliau bangun sendiri di kampung saya. Selepas isya’ beliau akan menghadiahi semua murid “langgar”nya sebungkus makanan kecil yang beliau ambilkan sendiri dari warungnya, sekedar sebagai pelecut semangat agar anak didiknya tetap semangat untuk mengaji. Yang tak jarang, dengan kebiasaan tersebut, setiap harinya beliau tak sedikitpun mendapatkan laba dari barang barang dagangannya. Tetapi, dari warung kecilnya itulah kakek menghidupi anak anaknya sampai sukses. 30 tahun beliau menjadi guru ngaji langgaran tanpa ada sedikitpun subsidi dari pemerintah untuk guru guru ngaji layaknya guru guru ngaji langgaran saat ini, yang setahu saya mendapatkan sedikitnya 600 ribu setahun. Semuanya beliau lakukan dengan ikhlas lillahi ta’ala. Allahumma ighfir lahu war hamhu…

Ayah angkat saya berbeda dari kakek, beliau adalah seorang penyabar dan tidak pernah lepas senyum ketika bertemu orang. Sangat sabar dan sayang terhadap keluarganya bahkan tetangganya. Dulu, ketika di kampung saya masih tak satupun yang mempunyai televisi, ayah saya sudah punya. Tapi beliau tidak menikmati nikmat ini sendiri. rumah saya yang tidak besar waktu itu menjadi sebuah tempat nobar layaknya bioskop, buka 24 jam dan televisi pun tak pernah mati. Selepas kerja, pasti semua orang di kampung saya akan beranjak menuju ke rumah saya untuk menonton televisi bersama, apalagi ketika petinju muhammad ali dan pebulu tangkis andalan indonesia waktu itu liem swi king sedang berlaga, rumah saya akan ramai sekali oleh sorak gembira para tetangga. Salah satu pelajaran tentang kehidupan yang saya dapat dari ayah angkat saya. Sayang hidup beliau tidaklah lama, jantung kronis mengambil ayah, guru, teman dan panutan terbaik yang saya miliki bahkan sampai saat ini. Allahumma ij’al qobrahu waasi’an wa raudlotan min riyadhil jinan…
Dari semua pembelajaran tersebut, pembelajaran yang tidak saya dapatkan di bangku sekolah, pembelajaran yang diajarkan kepada saya sejak kecil itulah yang membentuk karakter saya sekarang. Hidup hakikatnya adalah bersama, bersosialisasi dan mengakrabkan diri kepada alam. Saling berbagi, saling menghargai, saling membantu, saling menghormati, dan saling mencintailah yang seharusnya menjadi jati diri setiap insan manusia. Karena, hanya dengan sikap sikap itulah kita dapat hidup tenang dan tentram di dunia yang sementara ini.

“Berbaiklah pada sesama !, maka allah akan berbaik kepadamu.” Salah satu nasihat yang saya dapatkan. Jadi apa guna ilmu yang banyak, harta melimpah, dan jabatan tinggi kalau membuat kita lupa bahwa kita manusia dan lupa berbagi terhadap sesama?, semuanya percuma. Apakah kala kita mati nanti, keranda kita akan berjalan sendiri?, Kita akan mandi sendiri?, Atau kita akan menshalati diri kita sendiri dan menggali liang lahat sendiri?, lalu menguburkan diri sendiri?. Tentu tidak mungkin, kita perlu sesama bahkan hanya untuk sebuah urusan sepele dari kehidupan ini. Itulah yang selama ini saya dapat, saya pelajari dan akan terus saya coba untuk mengamali.

Pendidikan adalah salah satu prioritas utama orang tua saya untuk memproyeksikan saya menjadi seorang anak yang berbakti, menjadi kebanggaan keluarga, serta berguna bagi nusa, bangsa dan agama. Pendidikan formal saya dimulai dari bangku taman kanak kanak di TK PGRI 3 Bondowoso, setahun lamanya saya duduk disana. Setelah itu saya mengecap pendidikan 6 tahun sekolah dasar di SD Dabasah 5 Bondowoso. Setelah itu, merasa bosan berada di tanah kelahiran saya mencoba untuk merantau, mengamalkan anjuran imam syafi’I kepada para pencari ilmu untuk pergi jauh dari tanah kelahirannya dalam rangka mencari ilmu. Probolinggo Paiton menjadi pilihan terbaik saya, tepatnya di PP Nurul Jadid asuhan al mukarrom KH Zuhri Zaini. Jangka 6 tahun saya habiskan di pesantren luar biasa ini dengan mengecap pendidikan madrasah tsanawiyah dan aliyahnya. Lulusnya saya dari tempat barokah ini dibarengi dengan  perasaan jenuh untuk terus tinggal di Jawa Timur. Untuk itu saya memutuskan untuk beristirahat sejenak tidak meneruskan kuliah dan merantau ke Jawa Tengah, tepatnya di kota Kudus. sembari mencoba peruntungan untuk menjadi seorang hafidz, saya pelajari semua adat dan kebiasaan sosial penduduknya dengan mengunjungi berbagai kota di propinsi ini. Kini, saat saya menulis ini, saya sedang dalam masa penantian untuk mencoba pengalaman baru, di kota perantauan baru, dan dengan teman teman yang baru pula.

Mengenai kegemaran sebenarnya saya tidak menggemari suatu kegiatan tertentu, hanya berjalan sebagaimana adanya tanpa memprioritaskan suatu kegiatan dari kegiatan yang lain. Akan tetapi saya sangat suka pada buku, tetapi lagi, saya juga kurang berminat dalam hal membaca. Saya sangat gemar mengkoleksi dan membeli buku buku baru, tapi masalah akan hatam terbaca atau tidak, wallahu a’lam. Mengapa demikian?, Buku bagi saya memberikan semacam semangat dan energi untuk terus belajar walaupun tanpa membacanya. Buku bagi saya adalah teman, sahabat dan salah satu hal terampuh yang dapat menghilangkan rasa “galau” dan risau. Salah satu cara saya ketika sedang dilanda kepenatan, sedih, stres dan hal yang kurang mengenakkan lainnya adalah dengan mengunjungi toko buku, perpustakaan, atau tempat apa saja yang dipenuhi dengan rak rak besar berisi buku tebal berjilid jilid, hanya dengan melihatnya saja semuanya akan hilang, serasa pikiran saya di-refresh oleh energi yang terdapat dalam buku buku tebal itu. Saya selalu membayangkan rumah saya dipenuhi oleh buku buku tebal ber-jilid jilid dan tertata rapi di lemari kaca besar. Saya juga mempunyai impian untuk memiliki perpustakaan pribadi yang terbuka bagi siapa saja yang ingin membaca. Saya juga bermimpi mempunyai usaha library café, semacam tempat tongkrongan santai melepas penat bagi siapa saja, yang dipenuhi dengan rak rak buku berisi novel, kumpulan puisi dan sajak, cerita cerita legenda dan komik atau semua genre buku yang kiranya dapat me-refresh otak dan pikiran. Amiin…

Dan satu lagi, saya sangat menyukai kegiatan menulis. Menulis apa saja tentang hal hal yang saya rasakan, dapatkan, pikirkan dan semua yang ingin saya tulis, tanpa terikat dengan aturan aturan tata cara menulis yang baik atau aturan aturan yang mengikat saya untuk tidak menulis hal itu. Apa yang ingin saya tulis pasti saya tulis, meskipun itu adalah hal yang tabu bagi  sebagian orang. Tidak mahir dalam berkata dan berbicara menjadikan menulis sebagai jalan yang baik bagi saya untuk menjelaskan dan berbagi kepada orang lain perihal pengalaman, gagasan serta apa yang saya pikir dan rasakan. Jadi maaf andaikan tulisan tulisan saya membuat anda bingung dan sulit untuk memahaminya, karena memang saya menulis dengan bebas serta tidak pernah terikat dengan aturan atau tata cara penulisan yang baik dan benar.

Mungkin hanya itu yang ingin saya tulis pada kesempatan ini tentang saya pribadi.

Terima kasih,,,





1 komentar: