PELUANG
Pembahasan ini menurut paham saya adalah
lanjutan dari pembahasan sebelumnya tentang asumsi, tapi lebih kepada yang
bersifat probabilistic atau asumsi yang masih mengandung peluang.
Seperti yang dikatakan tadi, jika kita
meninjau ulang kepada paham probabilistik, Setiap sesuatu itu pasti memiliki
peluang. Baik peluang untuk menang ataupun peluang untuk kalah (contoh seperti
kasus penembak jitu dan petani mabuk). Belum tentu sesuatu yang diunggulkan
atau sesuatu yang diyakini menang (menurut hokum universalnya) pasti akan
menang kala bertanding dengan sesuatu yang tingkatannya mungkin lebih rendah
daripada yang pertama. Contohnya begini : dalam perlombaan kicau burung
umpamanya, di kelas eksekutif kelas cendet A. Ada burung cendet bernama ratu
yang dikenal memiliki suara dan power yang luar biasa, serta sudah menjadi
langganan juara di ajang ajang lomba kicau burung baik skala local maupun
nasional. Di sisi yang lain, ada cendet muda pemula yang baru kali itu
mengikuti lomba kicau burung, sebut saja namanya raja. Ditengah pertandingan,
ternyata si ratu mati dan si raja pun yang menjadi pemenangnya. Kejadian seperti
ini mengindikasikan bahwa terdapat sesuatu dibalik suatu kejadian, yang
menyebabkan adanya atau timbulnya sesuatu yang dinamakan “peluang” tadi.
Intinya, pada pembahasan ini kita diajak
untuk menghitung peluang yang ada dari dua kemungkinan yang akan terjadi. Mana
yang peluangnya lebih besar dan mana yang peluangnya lebih sedikit.
BEBERAPA ASUMSI TENTANG ILMU
Setelah diawal dibahas tentang asumsi
asumsi akan objek yang kita kaji, pada pembahasan kali ini lebih khusus kepada
asumsi asumsi akan ilmu.
Pengembangan asumsi asumsi memang perlu
dilakukan seseorang sebelum mengkaji hakikat objek yang dia kaji. Asumsi asumsi
ini dapat mengantarkan mereka kepada pemahaman yang sempurna terhadap objek
yang dikaji, ketimbang mereka yang mengkaji suatu objek tanpa didasari asumsi
asumsi terlebih dahulu. Akan tetapi, yang perlu dipahami adalah, langkah
lanjutan yang harus dilakukan setelah menerapkan asumsi asumsi tersebut. Entah
itu dengan melakukan beberapa kegiatan berpikir atau mengumpulkan data data
lalu mengkajinya secara analitik.
Dalam pengambangan asumsi ini, harus
diperhatikan beberapa hal. Pertama, asumsi asumsi ini harus relevan
dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Karena yang dikaji
adalah ilmu, maka asumsi asumsi yang dibangun terhadapnya pun harus selaras dan
berada di wilayah kajian ilmu. Kedua, asumsi asumsi ini harus
disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang
seharusnya”. Jadi, asumsi asumsi yang dibangun haruslah bersifat objektif
dengan melihat keadaan atau fakta yang terjadi di lapangan, bukan atas dasar
teori yang ada dalam pikiran yang mengharuskan fakta di lapangan sesuai dengan
teori atau asumsi yang kita bangun. Dengan melihat dua hal penting yang harus
diperhatikan dalam pengembangan asumsi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa,
asumsi yang pertama lebih kepada bersifat analitik atau ilmiah, sedangkan asumsi
yang kedua lebih kepada asumsi yang bersifat moralitas. Dengan begitu, asumsi
asumsi yang kita bangun dalam mengkaji ilmu haruslah melingkupi batas telaah
ilmiah dan moral.
BATAS BATAS PENJELAJAHAN ILMU
Pembahasan ini adalah pembahasan terakhir
dari ontologi. Membahas tentang sejauh mana ilmu itu dapat kita jelajahi?
Sampai manakah ruang lingkup ilmu yang mampu kita kaji? Lalu seperti apakah
batas batas antara kajian ilmu dengan bidang pengetahuan lainnya dalam mengkaji
suatu objek?. Semuanya akan dibahas pada bab terkahir ini.
Batas batas penjelajahan ilmu tergantung
dengan kemajuan zaman akan kajian kompeherensif yang dilakukan terhadap satu
bidang keilmuan. Dulu, sebelum manusia mengkaji lebih dalam akan satu bidang
keilmuan, ruang lingkup penjelajahan ilmu begitu luas. Karena masih belum
adanya peng-klasifikasian terhadap satu bidang ilmu tertentu. Setelah manusia
dan peradabannya mulai berkembang pesat, mereka mulai melakukan
pengklasifikasian terhadap bidang keilmuan dan mulai mengkaji secara kompehensif
tiap bidang keilmua tersebut. Oleh karena itu, ruang kajian ilmu semakin sempit
dan terbatas.
Dewasa ini, diperkirakan terdapat 650
cabang keilmuan yang dikaji secara mendalam satu persatu oleh para ilmuan.
Dengan tujuan, dengan melakukan spesialisasi seperti itu diharapkan pada setiap bidang keilmuan tersebut mereka
akan dapat melakukan kajian yang mendalam dan menyeluruh. Untuk selanjutnya
diadakan semacam kajian multi-disipliner yang bersifat konstuktif antara bidang
keilmuan yang satu dengan yang lainnya dalam menyelesaikan suatu masalah.
Lebih umumnya lagi, penjelajahan ilmu
hanyalah sebatas apa yang didapat dari pengalaman manusia. Tidak mungkin ilmu
membahas perihal surga dan neraka yang jauh dari jangkauan akal dan pengalaman
manusia. Hanyalah sesuatu yang bersifat konkret dan berdasarkan pengalaman
manusialah yang dapat dijelajah oleh kajian ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar