Sabtu, 20 Oktober 2012

ONTOLOGI part-2 [habis]


PELUANG

Pembahasan ini menurut paham saya adalah lanjutan dari pembahasan sebelumnya tentang asumsi, tapi lebih kepada yang bersifat probabilistic atau asumsi yang masih mengandung peluang. 

Seperti yang dikatakan tadi, jika kita meninjau ulang kepada paham probabilistik, Setiap sesuatu itu pasti memiliki peluang. Baik peluang untuk menang ataupun peluang untuk kalah (contoh seperti kasus penembak jitu dan petani mabuk). Belum tentu sesuatu yang diunggulkan atau sesuatu yang diyakini menang (menurut hokum universalnya) pasti akan menang kala bertanding dengan sesuatu yang tingkatannya mungkin lebih rendah daripada yang pertama. Contohnya begini : dalam perlombaan kicau burung umpamanya, di kelas eksekutif kelas cendet A. Ada burung cendet bernama ratu yang dikenal memiliki suara dan power yang luar biasa, serta sudah menjadi langganan juara di ajang ajang lomba kicau burung baik skala local maupun nasional. Di sisi yang lain, ada cendet muda pemula yang baru kali itu mengikuti lomba kicau burung, sebut saja namanya raja. Ditengah pertandingan, ternyata si ratu mati dan si raja pun yang menjadi pemenangnya. Kejadian seperti ini mengindikasikan bahwa terdapat sesuatu dibalik suatu kejadian, yang menyebabkan adanya atau timbulnya sesuatu yang dinamakan “peluang” tadi.

Intinya, pada pembahasan ini kita diajak untuk menghitung peluang yang ada dari dua kemungkinan yang akan terjadi. Mana yang peluangnya lebih besar dan mana yang peluangnya lebih sedikit.


BEBERAPA ASUMSI TENTANG ILMU

Setelah diawal dibahas tentang asumsi asumsi akan objek yang kita kaji, pada pembahasan kali ini lebih khusus kepada asumsi asumsi akan ilmu.

Pengembangan asumsi asumsi memang perlu dilakukan seseorang sebelum mengkaji hakikat objek yang dia kaji. Asumsi asumsi ini dapat mengantarkan mereka kepada pemahaman yang sempurna terhadap objek yang dikaji, ketimbang mereka yang mengkaji suatu objek tanpa didasari asumsi asumsi terlebih dahulu. Akan tetapi, yang perlu dipahami adalah, langkah lanjutan yang harus dilakukan setelah menerapkan asumsi asumsi tersebut. Entah itu dengan melakukan beberapa kegiatan berpikir atau mengumpulkan data data lalu mengkajinya secara analitik.

Dalam pengambangan asumsi ini, harus diperhatikan beberapa hal. Pertama, asumsi asumsi ini harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Karena yang dikaji adalah ilmu, maka asumsi asumsi yang dibangun terhadapnya pun harus selaras dan berada di wilayah kajian ilmu. Kedua, asumsi asumsi ini harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya”. Jadi, asumsi asumsi yang dibangun haruslah bersifat objektif dengan melihat keadaan atau fakta yang terjadi di lapangan, bukan atas dasar teori yang ada dalam pikiran yang mengharuskan fakta di lapangan sesuai dengan teori atau asumsi yang kita bangun. Dengan melihat dua hal penting yang harus diperhatikan dalam pengembangan asumsi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, asumsi yang pertama lebih kepada bersifat analitik atau ilmiah, sedangkan asumsi yang kedua lebih kepada asumsi yang bersifat moralitas. Dengan begitu, asumsi asumsi yang kita bangun dalam mengkaji ilmu haruslah melingkupi batas telaah ilmiah dan moral.


BATAS BATAS PENJELAJAHAN ILMU

Pembahasan ini adalah pembahasan terakhir dari ontologi. Membahas tentang sejauh mana ilmu itu dapat kita jelajahi? Sampai manakah ruang lingkup ilmu yang mampu kita kaji? Lalu seperti apakah batas batas antara kajian ilmu dengan bidang pengetahuan lainnya dalam mengkaji suatu objek?. Semuanya akan dibahas pada bab terkahir ini.

Batas batas penjelajahan ilmu tergantung dengan kemajuan zaman akan kajian kompeherensif yang dilakukan terhadap satu bidang keilmuan. Dulu, sebelum manusia mengkaji lebih dalam akan satu bidang keilmuan, ruang lingkup penjelajahan ilmu begitu luas. Karena masih belum adanya peng-klasifikasian terhadap satu bidang ilmu tertentu. Setelah manusia dan peradabannya mulai berkembang pesat, mereka mulai melakukan pengklasifikasian terhadap bidang keilmuan dan mulai mengkaji secara kompehensif tiap bidang keilmua tersebut. Oleh karena itu, ruang kajian ilmu semakin sempit dan terbatas. 

Dewasa ini, diperkirakan terdapat 650 cabang keilmuan yang dikaji secara mendalam satu persatu oleh para ilmuan. Dengan tujuan, dengan melakukan spesialisasi seperti itu diharapkan  pada setiap bidang keilmuan tersebut mereka akan dapat melakukan kajian yang mendalam dan menyeluruh. Untuk selanjutnya diadakan semacam kajian multi-disipliner yang bersifat konstuktif antara bidang keilmuan yang satu dengan yang lainnya dalam menyelesaikan suatu masalah.

Lebih umumnya lagi, penjelajahan ilmu hanyalah sebatas apa yang didapat dari pengalaman manusia. Tidak mungkin ilmu membahas perihal surga dan neraka yang jauh dari jangkauan akal dan pengalaman manusia. Hanyalah sesuatu yang bersifat konkret dan berdasarkan pengalaman manusialah yang dapat dijelajah oleh kajian ilmu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar