Rabu, 09 Mei 2012

KUDUS DALAM CATATAN -10 [kisah perjuangan para pecinta bola]


timnas indonesia
Berikut adalah sebuah kisah heroik tentang perjuangan tanpa henti para pecinta bola di kota kudus, khususnya mereka yang belajar atau nyantri di kota ini.  Berjuang melawan keterbatasan demi sebuah kebanggaan akan club yang dijagokan. Mendobrak segala dinding pembatas yang memisahkan antara mereka dan sepak bola. Sebuah kisah, yang patut dijadikan pelajaran oleh anda para pecinta bola.
Damaran adalah sebuah tempat atau bahkan disebut sarang bagi para pecinta bola. Sepak bola adalah kegiatan pertama yang harus didahulukan dari kegiatan kegiatan lainnya, semisal tadarus wajib maupun menghafal al qur’an. Adalah merupakan sebuah kerugian yang teramat dalam manakala seseorang dari kami tidak menyaksikan  pertandingan pertandingan antara club club besar yang dijagokan. Apalagi ketika negara tercinta sedang berlaga mati matian demi mempersembahkan sebuah tropi kebanggan, jangan harap damaran akan dipenuhi dengan santri yang sedang tadarus al qur’an atau ustadz ustadz yang sedang membimbing muridnya mengaji dengan benar!, semuanya akan tumpah blek di terminal menara kudus sambil melongo, lupa tutup mulut karena laga yang begitu mendebarkan. Baik santri maupun ustadznya sama sama berada dalam maqom yang sederajat pada saat saat seperti ini, semuanya sama, sama sama butuh televisi dan sama sama ingin mendukung negara tercinta.
Tidak semuanya sih para santri berkumpul di tempat yang fenomenal ini, semuanya berpencar memburu tempat nobar yang nyaman dan berlayar besar. Semuanya tergantung lobi, koneksi dengan orang orang yang memiliki fasilitas seperti itu. Butuh sebuah kejelian dan kecerdasan untuk mendapatkan tempat yang nyaman dan tentram seperti itu. Sedangkan kami yang miskin lobi serta koneksi dan agak kurang cerdas dalam memburu tempat, terpaksa berkumpul dengan rakyat rakyat kecil di terminal kudus yang juga bertelevisi kecil. Televisi yang disediakan tidaklah sebesar dus mie goreng sedap, tak ada fasilitas tempat duduk yang memadai, akibatnya kami akan berdiri selama 2x 45 menit, istirahat sejenak setelah babak pertama berakhir. Aroma kurang sedap dari badan badan dan mulut tukang ojek yang bersorak “GOOOOAALL…!!” mau tidak mau harus kami relakan masuk ke kedua lubang hidung yang mulia ini. Walaupun baunya luar biasa, yang penting ada sebulir kebanggan yang kami rasakan masuk ke ruas ruas jiwa patriotisme ketika indonesia memperoleh kemenangan. Bukan hanya itu, setelah laga usai serasa kaki kami hilang tanpa jejak, leher hampir keropos karena mendongak ke atas selama 1,5 jam, mata panas karena bekerja berat untuk dapat melihat pertandingan dari tv yang sedemikian begitu sangat kecil mrengil, dan tak lupa al mukarrom nyamuk nyamuk juga ikut berpartisipasi dalam kegiatan macam ini.
Itu kisah heroik santri pejuang bola pada umumnya. Ada kisah heroik lain dari pada individu individu yang mempunyai loyalitas kepada club yang dijagokannya.
Salah satunya dari seseorang fans barcelona bernama GHAZALI akrab dipanggil gajali. Di adalah seorang teman yang alim bahkan sangat alim dibandingkan teman teman saya yang lainnya, dia menghabiskan waktunya hanya untuk menghafal dan menghafal, tak ada kegiatan lainnya. Bahkan, karena cintanya pada menghafal, semua kegiatan di pesantren dia rela absen tak mengikutinya. Tapi kecintaannya terhadap menghafal tak bisa mengalahkan cintanya pada club catalan barcelona. Demi menonton pertandingan klub itu dia rela melakukan apa yang jarang atau tidak pernah dilakukannya, contoh tidur di masjid menara dan begadang sendirian di terminal menara kudus. Semuanya dia pertaruhkan, karena memang dia bukanlah termasuk dari kelompok yang mempunyai lobi dan jaringan koneksi tempat yang luar biasa. Dengan segala keterpaksaan dan keterbatasan, fasilitas semegah terminal pun rela dia jadikan tempat menonton laga tersebut. Hujan dan dingin malam tak pernah menyurutkan rasa cintanya pada klub catalan itu.
Banyak lagi kisah kisah heroik para pecinta bola, yang kisah kisah tentang perjuangan mereka belum pernah saya saksikan dimanapun dan belum pernah saya temukan di buku apapun. Semangat foolball lovers…

In memoriam : kang ahmad, kang faisol, kang evan, kang mujib, kang sarep, ghazali, ayik, azis, kang bukhari, dan para pecinta bola damaran seluruhnya…!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar